Minggu, 04 Januari 2009

BANGKIT PEMUDA INDONESIA, RAIH ESTAFET KEPEMIMPINAN KAUM MUDA

KITA MUDA BUKAN BERARTI KITA TAK BISA,
KITA BARU BUKAN BERARTI KITA TAK MAMPU.
YANG TUA SILAHKAN MENYINGKIR….
KARENA KITA KAUM MUDA MAMPU MENYELESAIKAN MASALAH BANGSA INI…
BE YOUNG BE A LEADER


Menjelang hajatan demokrasi 2009 kita seolah-olah diarahkan pada siapa yang akan menduduki kursi RI 1 pada Pemilihan Presiden setahun mendatang. Sejak pendeklarasian Megawati Soekarno Putri sebagai calon presiden oleh PDIP-P dan pendeklarasian Sutiyoso secara independen pada tahun lalu wacana kepemimpinan nasional memang kian mencuat.
Dari hiruk pikuk pendeklarasian calon presiden ada fenomena menarik yang mengundang kritik sebagian elemen dan pegiat demokrasi. Yakni kegagalan institusi partai politik melakukan regenerasi.
Fenomena yang tampak tak dimungkiri menegaskan kemandulan partai-partai politik melahirkan sosok-sosok pemimpin muda. Lihat saja calon-calon pemimpin nasional yang ada saat ini. Ternyata masih saja didominasi kalangan tua. Seperti Megawati yang sudah menginjak kepala enam. Sutiyoso pun tak jauh berbeda yang tiga tahun lebih tua dari putri Bung Karno itu. Bahkan, Abdurahman Wahid yang belakangan didukung partainya untuk maju dalam pilpres 2009 telah berusia 67 tahun.
Dilihat dari segi usia kita memang tak menutup mata terhadap eksistensi kalangan tua dalam bursa calon presiden. Tokoh di luar Megawati, Sutiyoso, dan Abdurahman Wahid yang diprediksi bakal naik juga berusia di atas 60 tahun. Sebut saja misalnya Susilo Bambang Yudhoyono, Wiranto, dan Sri Sultan HB X.
Masih bercokolnya muka-muka lama atau dengan kata lain minim sosok-sosok muda dalam blantika kepemimpinan nasional jelas menimbulkan tanda tanya. Fakta tetap eksisnya pemimpin-pemimpin tua akhirnya mencuatkan wacana kepemimpinan kaum muda. Menanggapi hal itu kalangan tua serta merta mengimbau agar kaum muda jangan merengek minta jatah. Tapi, harus melewati persaingan yang sehat untuk menduduki kepemimpinan nasional.

Pertanyaan yang kemudian muncul kapankah kaum muda mampu dan siap mengambil alih kepemimpinan di negeri ini?
Pada dasarnya, munculnya calon-calon pemimpin muda bukanlah hal yang sulit. Secara historis negeri ini pernah dikomandani dwi tunggal Soekarno-Hatta yang berusia bukan kepala enam. Jadi, munculnya tokoh-tokoh muda untuk menjadi pemimpin nasional hanya ditentukan oleh peluang yang ada. Hanya saja disadari atau tidak figuritas masih menjadi senjata ampuh bagi partai-partai politik di Indonesia. Bahkan, penciptaan sistem kaderisasi secara terpadu di masing-masing parpol masih merupakan pekerjaan besar.
Memang amat ironis jika pemberian ruang terhadap munculnya tokoh-tokoh muda dalam partai politik di negeri ini amatlah minim. Di (sebagian) parpol adanya tokoh-tokoh muda yang bersikap kritis dan terlihat membawa pemikiran-pemikiran baru sering kali mengalami penyumbatan dari kalangan tua. Tanpa mendikotomikan kepemimpinan kaum muda dan kaum tua peluang kaum muda tampil juga amat ditentukan oleh kecerdasan membaca tren utama bangsa yang berkembang.
Kaum muda memang dituntut cerdas membaca tren utama bangsa. Perlu ditegaskan kepemimpinan harus diusahakan bukan diminta. Kepemimpinan Nasional menekankan pada perpaduan antarelemen. Mengoptimalkan tokoh bisnis muda untuk ikut memimpin menjadi sebuah keniscayaan. Lebih niscaya lagi adalah terjadinya kolaborasi antara tokoh politik dan tokoh bisnis, tokoh media, tokoh keilmuan, dan tokoh LSM.
Nah, kapan kaum muda memimpin? Hanya kaum muda sendirilah yang berhak menjawabnya. Kaum muda yang tentunya lebih berprestasi, progresif, dan inovatif menyelesaikan permasalahan aktual Indonesia untuk berhadapan dengan karakter konservatif, regresif, bahkan antidemokrasi para pemimpin tua. Kaum muda yang mampu memperbaiki harkat dan martabat bangsa ini. Semoga MK juga mampu peka melihat UU Pilpres yang justru mengekang lahirnya calon-calon presiden alteratif dan muda.